Sabtu, 07 Juli 2018

Paper Kewirausahaan 108 Farah Muthi Hermawati "KEPASTIAN SERTIFIKASI HALAL PADA VAKSIN DI INDONESIA"

KEPASTIAN SERTIFIKASI HALAL PADA VAKSIN
DI INDONESIA

Vina Serevina, Farah Muthi Hermawati*)
Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Matematika dan IPA
Universitas Negeri Jakarta
Jalan Rawamangun Muka, Jakarta, Indonesia
Email: farahmuthih@gmail.com*)

Abstrak
Produk yang dapat di uji standar kehalalannya tidak hanya dalam bentuk makanan, minuman, dan kosmetik. Obat – obatan juga harus di uji standar kehalalannya, salah satunya terhadap vaksin. Vaksin yang digunakan untuk kekebalan tubuh harus terbuat dari bahan – bahan yang halal. Tujuan penelitian ini adalah melihat kebijakan sertifikasi halal pada vaksin di Indonesia. Penelitian ini bersifat kualitatif yang diperkuat dengan adanya analisis dari beberapa data, seperti melakukan kategorisasi dari berbagai data serta pendapat yang menjelaskan model kebijakan sertifikasi jaminan produk halal dari vaksin yang ada di Indonesia. Hasil penelitian menunjukan bahwa perusahaan yang mengajukan sertifikasi, baik pendaftaran baru, pengembangan (produk/fasilitas) dan perpanjangan, dapat melakukan pendaftaran secara online. melalui website LPPOM MUI (www.halalmui.org) atau langsung ke website www.e-lppommui.org. Mengisi dokumen yang dipersyaratkan dalam proses pendaftaran sesuai dengan status pendaftaran (baru/pengembangan/perpanjangan) dan proses bisnis (industri pengolahan, RPH, restoran, dan industri jasa). Setelah selesai mengisi dokumen yang dipersyaratkan, maka tahap selanjutnya sesuai dengan diagram alir proses sertifikasi halal seperti diatas yaitu pemeriksaan kecukupan dokumen sampai  dengan Penerbitan Sertifikat Halal. Kesimpulannya adalah bahwa pelaksanaan sertifikasi halal di Indonesia pada vaksin di Indonesia dapat dilakukan oleh masing-masing perusahaan yang memproduksi vaksin di Indonesia.



PENDAHULUAN
Tiap warga yang menetapi suatu negara berhak untuk mendapatkan hak hidup yang layak sesuai dengan peraturan yang berlaku pada ketentuan di negara tersebut, hal tersebut berlaku di negara Indonesia. Hak hidup untuk masyarakat di Indonesia diatur dalam Undang – Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat 2 yang menjelaskan atas hak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak. Salah satu yang berhak didapatkan oleh masyarakat Indonesia adalah mutu kesehatan yang layak untuk masyarakat Indonesia.
Dalam meningkatkan mutu kesehatan untuk masyarakat Indonesia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia memulainya dalam pemberian vaksin atau imunisasi untuk masyarakat Indonesia sejak bayi di beberapa wilayah. Tujuan dari pemberian vaksin adalah untuk menurunkan angka kecacatan, penyakit, dan kematian yang disebabkan penyakit yang terus berkembang (Yunarto, 2010). Maka itu, pemberian vaksin dinilai sangat penting untuk keberlangsungan hidup masyarakat Indonesia.
Dengan dilakukannya pemberian vaksin ke dalam tubuh, kekebalan seseorang akan aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila terpapar penyakit tersebut tidak akan sakit, jikalau sakit akan terpapar sakit yang ringan. Jika terdapat bakteri atau virus yang terindikasi penyakit masuk ke dalam tubuh, vaksin akan merangsang tubuh untuk memproduksi antibodi dan komponen lainnya dari mekanisme kekebalan tubuh (Yuwono, 1995). Oleh karena itu, bahan dalam   pembuatan   vaksin   haruslah    aman untuk tubuh dan tidak menimbulkan alergi bagi yang mengunakan vaksin tersebut.
Selain aman digunakan oleh tubuh dan tidak menimbulkan alergi, bahan untuk membuat vaksin haruslah memiliki halal agar dapat digunakan oleh seluruh masyarakat Indonesia mengingat beberapa masyarakat Indonesia menganut agama Islam. Dalam agama Islam, sesuatu hal yang masuk ke dalam tubuh harus tergolong ke dalam kriteria yang halal. Menurut  Ali (2016), segala sesuatu yang masuk ke dalam kriteria halal akan memiliki beberapa ciri seperti bersih atau tidak kotor, baik bagi tubuh, dan tidak membahayakan tubuh. Dalam menentukan sebuah produk dapat dinyatakan halal atau tidak harus melewati beberapa langkah yang disebut dengan sertifikasi halal.
Sebuah produk dapat dikatakan halal apabila melewati proses sertifikasi halal yang dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) sampai produk tersebut layak untuk menyantumkan label halal. Menurut Dougall dalam Afroniyati (2014) menjelaskan bahwa label halal mulai diwajibkan digunakan oleh pengusaha di berbagai dunia pada tahun 1996. Dengan tujuan untuk mempermudah umat muslim di dunia dalam membedakan produk yang halal dan yang tidak halal.
Namun pada penggunaannya, pencantuman label halal banyak disalahgunakan oleh pihak perusahaan suatu produk. Hingga terbit peraturan yang mengatur terkait dengan pemakaian label halal dalam suatu produk dalam Surat Keputusan Lembaga Pengkajian Pangan,    Obat  –  Obatan, dan Kosmetik Majelis Ulama Indonesia tentang logo LP POM MUI bernomor surat SK10/Dir/LP POM MUI/XII/07 tahun 2007. Penggunaan label halal bertujuan untuk mengetahui kehalalan suatu produk, apabila disalahgunakan dalam penggunaannya akan berpotensi merugikan costumer (pengguna produk).
Produk yang dapat di uji standar kehalalannya tidak hanya dalam bentuk makanan, minuman, dan kosmetik. Obat – obatan juga harus di uji standar kehalalannya, salah satunya terhadap vaksin. Vaksin yang digunakan untuk kekebalan tubuh harus terbuat dari bahan – bahan yang halal. Namun dilansir dari khazanah.republika.co.id,  menyebutkan bahwa tahun 2010 Majelis Ulama Indonesia Sumatera Selatan melakukan kajian terhadap salah satu vaksin yaitu vaksin meningitis yang diperuntukkan untuk jamaah haji yang hasilnya menyebutkan bahwa terdapat kandungan najis pada vaksin tersebut berupa DNA babi.
Dengan melihat persoalan dan konflik tersebut, dapat diambil sebuah pertanyaan apakah yang dilakukan oleh MUI selaku lembaga yang mengeluarkan standar halal dalam menindaklanjuti sebuah vaksin yang mengandung kandungan yang hewan yang haram? Bolehkah digunakan atau terdapat tindakkan lainnya. Mengingat vaksin tersebut memiliki fungsi yang baik untuk masyarakat Indonesia.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bekasi, yang beralamat di Kompleks Islamic Center, Jl. Jend. Ahmad Yani No. 22 Kota Bekasi. Penelitian ini bersifat kualitatif yang diperkuat dengan adanya analisis dari beberapa data, seperti melakukan kategorisasi dari berbagai data serta pendapat yang menjelaskan model kebijakan sertifikasi jaminan produk halal dari vaksin yang ada di Indonesia.
Data yang akan digunakan dalam penelitian ini akan diurutkan atau disortir berdasarkan urutan perisitiwa baik waktu, tempat serta subjek yang mengalami peristiwa, hal tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan peristiwa sertifikasi halal untuk vaksin di Indonesia. Setelah itu, memahami latar belakang munculnya sertifikasi halal, hal tersebut bertujuan untuk melihat lebih dalam mengenai vaksin disertai proses dalam mendapatkan sertifikasi halal. Langkah terakhir adalah menghubungkan sertifikasi halal dengan bahan pembuatan vaksin yang ada di Indonesia disesuaikan dengan kebijakan yang berlaku di Indonesia.
Pengumpulan data dapat diambil dari beberapa instansi, artikel, ataupun pendapat dari beberapa pakar yang memahami keahlian ataupun kepentingan dalam materi yang akan dibahas mengenai sertifikasi halal ataupun vaksin. Adapun instansi yang terkait dapat berupa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), serta Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI). Sedangkan artikel atau jurnal yang akan dijadikan sebagai rujukan adalah artikel yang dimuat dalam koran, majalah ataupun media massa baik cetak ataupun online, adapun jurnal yang dijadikan sebagai rujukan dipilih adalah jurnal yang dapat dipertanggungjawabkan kebenaran kontennya. Dengan data yang sudah didapatkan selanjutnya akan diolah dan dipilah sesuai dengan kebutuhannya dan akan dijadikan analisis dengan bentuk narasi atau deskripsi.

HASIL ANALISIS DAN DISKUSI
Sertifikasi Halal
Menurut Ali (2016), kata “Halal” ataupun “Haram” berasal dari istilah Al-Qur’an. Kata Halal dapat diartikan sebagai sesuatu yang diperbolehkan oleh syariat untuk dilakukan, digunakan, atau diusahakan, karena telah terurai oleh tali atau ikatan yang mencegahnya ataupun unsur yang membahayakannya dengan disertai perhatian cara memperolehnya bukan dengan muamalah yang dilarang oleh syariah.
Sesuai dengan Al-Qur’an dalam Surah Al-Maidah ayat 3, Surah  Al-Baqarah ayat 172-173, dan Surah Al-An’am ayat 145 dijelaskan beberapa jenis benda yang tidak dihalalkan untuk dimakan sesperti bangkai, darah, daging yang apabila dikonsumsi dapat membawa pengaruh buruk untuk manusia (daging anjing ataupun babi), daging penyembelihan selain untuk Allah. Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua makanan dapat dikonsumsi haruslah terlebih dulu melakukan test atau pengujian untuk memastikan tidak adanya kandungan bahan-bahan yang dapat membahayakan tubuh ataupun mengandung bahan-bahan yang tidak halal. Jika sudah dinyatakan aman dan halal untuk dikonsumsi maka akan dikeluarkan sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan berhak untuk mencantumkan label halal untuk suatu produk.
Sertifikasi halal merupakan fatwa yang keluarkan oleh MUI yang menyatakan kehalalan suatu produk yang sesuai dengan syariat Islam. Sertifikasi halal menjadi salah satu syarat untuk mendapatkan ijin dalam mencantumkan label halal dalam suatu produk dari instansi pemerintah yang berwenang. Masa aktif sertifikasi halal adalah 2 tahun dari setelah tanggal keluarnya apabila sudah selesai masa aktifnya maka produk tidak boleh menggunakan label halal kembali sampai dikeluarkannya surat sertifikasi halal untuk produk tersebut. Terdapat beberapa aturan dan ketentuan yang harus dipenuhi, ketentuan tersebut diatur dalam HAS 23000. HAS 23000 merupakan dokumen yang berisi mengenai persyaratan sertifikasi halal dari Lembaga Pengkajian Pangan, Obat – Obatan, dan Kosmetika  Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI). HAS 23000 dibagi menjadi 2 (dua) bagian, untuk bagian pertama membahas mengenai Kriteria Sistem Jaminan Halal (HAS 23000:1) dan untuk bagian kedua membahas mengenai Kebijakan dan Prosedur (HAS 23000:2). Bagi perusahaan yang ingin mendaftarkan sertifikasi halal ke LPPOM MUI untuk produk industri pengolahan (pangan,obat dan kosmetika), tumah potong hewan (RPH), restoran, katering, dan dapur maka harus memenuhi persyaratan yang sertifikasi halal yang tertuang dalam dokumen HAS 23000. Berikut adalah dokumen dalam HAS 23000:
A.     Kriteria Sistem Jaminan Halal
1.      Kebijakan Halal
2.      Tim Manajemen Halal
3.      Pelatihan dan Edukasi
4.      Bahan
5.      Produk
6.      Fasilitas Produksi
7.      Prosedur Aktivitas Kritis
8.       Kemampuan Telusur
9.      Penanganan Produk yang
Tidak Memenuhi Kriteria
10.  Audit Internal
11.  Kaji Ulang Manajemen

B.     Kebijakan dan Prosedur
Berikut di bawah ini adalah diagram   yang menjelaskan mengenai Kebijakan dan Prosedur (HAS 23000:2) mulai dari tahapan awal sampai tahapan akhir
Gambar 3.1 Diagram Alir HAS 23000:2

Secara Umum Prosedur Sertifikasi Halal adalah sebagai berikut :
a.       Perusahaan yang mengajukan sertifikasi, baik pendaftaran baru, pengembangan (produk/fasilitas) dan perpanjangan, dapat melakukan pendaftaran secara online. melalui website LPPOM MUI (www.halalmui.org) atau langsung ke website : www.e-lppommui.org.
b.      Mengisi data pendaftaran : status sertifikasi (baru/pengembangan/perpanjangan), data Sertifikat halal, status SJH (jika ada) dan kelompok produk.
c.       Membayar biaya pendaftaran dan biaya akad sertifikasi halal melalui Bendahara LPPOM MUI di email : bendaharalppom@halalmui.org
Komponen biaya akad sertifikasi halal mencakup :
- Honor audit
- Biaya sertifikat halal
- Biaya penilaian implementasi SJH
- Biaya publikasi majalah Jurnal Halal
*) Biaya tersebut diluar transportasi dan akomodasi yang ditanggung perusahaan
d.      Mengisi dokumen yang dipersyaratkan dalam proses pendaftaran sesuai dengan status pendaftaran (baru/pengembangan/perpanjangan) dan proses bisnis (industri pengolahan, RPH, restoran, dan industri jasa), diantaranya : Manual SJH, Diagram alir proses produksi, data pabrik, data produk, data bahan dan dokumen bahan yang digunakan, serta data matrix produk.
e.       Setelah selesai mengisi dokumen yang dipersyaratkan, maka tahap selanjutnya sesuai dengan diagram alir proses sertifikasi halal seperti diatas yaitu pemeriksaan kecukupan dokumen sampai  dengan Penerbitan Sertifikat Halal.

Vaksin
Vaksin merupakan produk yang diberikan melalui suntikan, oral, ataupun semprot untuk menghasilkan kekebalan terhadap penyakit tertentu. Pada saat baru lahir, bayi memiliki kekebalan terhadap kuman tertentu melalui antibodi atau zat kekebalan tubuh yang didapat dari ibu saat bayi masih berada di dalam kandungan. Beberapa waktu setelah lahir, zat kekebalan tubuh ini akan hilang secara alami karena bayi sudah tidak berada di dalam kandungan ibu. Oleh karena itu, untuk mendapatkan perlindungan terhadap bakteri atau virus tertentu yang dapat menyebabkan penyakit, perlu diberikan vaksin.
Vaksin merupakan antigen yang mengandung bakteri, racun, atau pun virus penyebab penyakit yang “hidup” atau pun yang sudah dimatikan.  Vaksin hidup atau mati ini bekerja untuk merangsang sistem kekebalan tubuh manusia, sehingga tubuh mengira bahwa ia sedang diserang kuman aktif. Proses ini kemudian direspons tubuh dengan memproduksi antibodi yang diam dalam tubuh dan akan melindungi tubuh di masa yang akan datang. Proses pembentukan antibodi inilah yang disebut imunisasi.
Berikut ini adalah beberapa jenis vaksin berdasarkan kandungan yang terdapat di dalamnya.
1.      Vaksin Mati
Vaksin mati atau disebut juga vaksin tidak aktif mengandung virus atau bakteri yang sudah dihancurkan dengan suhu panas, radiasi, atau bahan kimia, sehingga mati atau tidak aktif.  Meski demikian, vaksin mati sering membutuhkan beberapa dosis untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh, karena vaksin mati ini umumnya memproduksi respons imun yang lebih rendah daripada vaksin hidup. Vaksin polioDPT, dan vaksin flu adalah beberapa contoh vaksin mati.

2.      Vaksin Hidup
Vaksin hidup adalah vaksin yang dilemahkan di laboratorium, tapi bukan dihancurkan. Virus atau bakteri yang disuntikkan tidak akan menyebabkan sakit, tapi dapat berkembangbiak untuk memunculkan respons sistem imun. Vaksin hidup ini mendatangkan kekebalan yang lebih kuat dan bisa memberikan perlindungan seumur hidup meskipun hanya diberikan satu atau dua kali. Contoh dari vaksin hidup adalah vaksin MMR, BCG, cacar air, dan vaksin flu semprot. Sebelum diberikan, vaksin-vaksin ini perlu disimpan di dalam lemari pendingin khusus agar tetap hidup.
3.      Vaksin Toksoid
Vaksin ini berguna untuk menghasilkan kekebalan tubuh guna menghalau dampak buruk dari racun atau toksin yang dihasilkan oleh bakteri tertentu. Dengan menghasilkan zat mirip racun yang telah diolah secara khusus tersebut, maka vaksin jenis ini dapat diberikan untuk merangsang tubuh dalam membentuk sistem kekebalan guna melawan efek buruk racun yang dihasilkan oleh kuman. Contoh vaksin jenis toksoid ini diantaranya tetanus toxoid  dan difteri.
4.      Vaksin Biosintesis
Jenis vaksin ini memiliki kandungan antigen yang diproduksi secara khusus hingga menyerupai struktur protein dari bagian tertentu pada virus atau bakteri untuk menghasilkan kekebalan tubuh. Pada bayi, ketika vaksin jenis ini diberikan saat sistem kekebalan tubuh masih berkembang, vaksin ini dapat membantu agar sistem kekebalan tubuhnya mengenali bakteri atau virus berbahaya yang akan masuk ke dalam tubuhnya di kemudian hari. Contoh vaksin jenis ini adalah vaksin Hib.
Agar dapat efektif, vaksin perlu mengandung bahan-bahan lain yang aman, tahan lama, sekaligus mendatangkan manfaat. Bahan tersebut antara lain adalah thiomersal (merkuri) yang merupakan bahan pengawet vaksin, serum albumin, formalin, gelatin, dan antibiotik.
Kandungan utama vaksin ini terdiri dari bahan pelancar untuk membuat vaksin bekerja lebih efektif, penstabil untuk menjaga agar kandungan vaksin tidak berubah saat terpapar faktor lingkungan seperti suhu dan cahaya, serta pengawet agar masa simpannya tahan lama. Tidak semua bahan kandungan yang tertulis sebagai bahan vaksin benar-benar terkandung di dalamnya. Sebagian besar bahan hanya digunakan dalam proses produksi, sehingga sudah dihilangkan di hasil akhir, misalnya gelatin.
Dari berbagai penelitian didapatkan fakta bahwa ternyata vaksin, khususnya vaksin MMR, tidak berkaitan dengan autisme. Untuk mencegah penyakit campak dan rubella, kini pemerintah sedang mendukung program pemberian vaksin MR menggantikan vaksin MMR sebelumnya. Tetapi apabila sudah mendapatkan vaksin MMR, Anda tidak perlu khawatir, karena kedua vaksin tersebut memberi perlindungan untuk penyakit yang sama.

Analisis
Dalam pengajuan produk yang akan diberi sertifikasi halal dari MUI haruslah memenuhi syarat yang diajukan MUI dan diuji oleh LPPOM. Jikalau ada suatu produk baik makanan, minuman, kosmetik ataupun obat-obatan yang mengandung komponen yang tidak halal, ataupun pembuatannya melalui proses yang menyebabkan produk tersebut dapat dikatakan tidak halal, maka produk tersebut akan gagal mendapatkan sertifikasi halal. Namun, apabila terdapat produk yang sudah mendapatkan sertifikasi halal tetapi pada penelitian selanjutnya ditemukan produk yang tidak halal maka MUI akan mencabut label halal produk tersebut sampai produk tersebut mengubah komponennya dengan produk yang halal. Meskipun masa sertifikasi halal belum habis.

KESIMPULAN

Kesimpulannya adalah bahwa pelaksanaan sertifikasi halal di Indonesia pada vaksin di Indonesia dapat dilakukan oleh LPPOM MUI. Produk yang akan mendapatkan sertifikasi halal yang memenuhi kriteria sertifikasi halal yang dituliskan pada HAS 23000. Jika sebuah produk dapat berupa makanan, minuman, kosmetik, ataupun vaksin sekalipun telah mendapatkan sertifikasi halal, namun dalam penelitian lanjutan terdapat bahan yang tidak halal atau pada pembuatannya menggunakan cara yang tidak halal maka akan gugur sertifikasi halal produk tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Afroniyati, L. (2014). Analisis Ekonomi Politik Sertifikasi Halal Oleh Majelis Ulama Indonesia. Jurnal Kebijakan & Administrasi Publik, 18(1), 37–52.
Ali, M. (2016). Konsep Makanan Halal Dalam Tinjauan Syariah Dan Tanggung Jawab Produk Atas Produsen Industri Halal. Ahkam: Jurnal Ilmu Syariah, 16(2), 291–306.
Yunarto, P. (2010). Pentingnya Imunisasi Bagi Anak. Balaba, 6(1), 28–29. Retrieved from http://download.portalgaruda.org/article.php?article=79164&val=4897&title=Pentingnya Imunisasi Bagi Anak

Yuwono, D. (1995). Perkembangan Baru dalam Teknologi Vaksin Virus. Media Litbangkes, 5(2), 1–7.

DOKUMENTASI PENELITIAN
Gambar 1. Saat melakukan wawancara dengan narasumber
(Dokumentasi Pribadi, 2018)

Gambar 3.Saat menunggu kedatangan narasumber
(Dokumentasi Pribadi, 2018)

Gambar 4. Saat meminta izin dengan narasumber untuk melakukan wawancara
(Dokumentasi Pribadi, 2018)


Gambar 5. Struktur organisasi MUI masa jabatan 2014-2019
(Dokumentasi Pribadi, 2018)




Gambar 5. Foto di depan kantor MUI kota Bekasi
(Dokumentasi Pribadi, 2018)




Gambar 6. Foto bersama dosen pengampu Dr. Ir. Vina Serevina, MM.
(Dokumentasi Pribadi, 2018)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar