KEPASTIAN SERTIFIKASI HALAL PADA VAKSIN
DI INDONESIA
Vina Serevina, Farah Muthi
Hermawati*)
Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Matematika dan IPA
Universitas Negeri Jakarta
Jalan Rawamangun Muka, Jakarta, Indonesia
Email: farahmuthih@gmail.com*)
Abstrak
Produk yang
dapat di uji standar kehalalannya tidak hanya dalam bentuk makanan, minuman,
dan kosmetik. Obat – obatan juga harus di uji standar kehalalannya, salah
satunya terhadap vaksin. Vaksin yang digunakan untuk kekebalan tubuh harus
terbuat dari bahan – bahan yang halal. Tujuan penelitian ini adalah melihat
kebijakan sertifikasi halal pada vaksin di Indonesia. Penelitian ini bersifat kualitatif
yang diperkuat dengan adanya analisis dari beberapa data, seperti melakukan
kategorisasi dari berbagai data serta pendapat yang menjelaskan model kebijakan
sertifikasi jaminan produk halal dari vaksin yang ada di Indonesia. Hasil penelitian menunjukan bahwa perusahaan yang mengajukan
sertifikasi, baik pendaftaran baru, pengembangan (produk/fasilitas) dan
perpanjangan, dapat melakukan pendaftaran secara online. melalui
website LPPOM MUI (www.halalmui.org) atau langsung ke website www.e-lppommui.org. Mengisi dokumen yang dipersyaratkan dalam proses pendaftaran
sesuai dengan status pendaftaran (baru/pengembangan/perpanjangan) dan proses
bisnis (industri pengolahan, RPH, restoran, dan industri jasa). Setelah selesai mengisi dokumen yang
dipersyaratkan, maka tahap selanjutnya sesuai dengan diagram alir proses
sertifikasi halal seperti diatas yaitu pemeriksaan kecukupan dokumen
sampai dengan Penerbitan Sertifikat
Halal. Kesimpulannya adalah bahwa pelaksanaan sertifikasi
halal di Indonesia pada vaksin di Indonesia dapat dilakukan oleh masing-masing
perusahaan yang memproduksi vaksin di Indonesia.
PENDAHULUAN
Tiap warga yang menetapi suatu negara berhak untuk
mendapatkan hak hidup yang layak sesuai dengan peraturan yang berlaku pada
ketentuan di negara tersebut, hal tersebut berlaku di negara Indonesia. Hak
hidup untuk masyarakat di Indonesia diatur dalam Undang – Undang Dasar 1945
pasal 27 ayat 2 yang menjelaskan atas hak untuk mendapatkan pekerjaan dan
penghidupan yang layak. Salah satu yang berhak didapatkan oleh masyarakat
Indonesia adalah mutu kesehatan yang layak untuk masyarakat Indonesia.
Dalam meningkatkan mutu kesehatan untuk masyarakat
Indonesia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia memulainya dalam pemberian
vaksin atau imunisasi untuk masyarakat Indonesia sejak bayi di beberapa
wilayah. Tujuan dari pemberian vaksin adalah untuk menurunkan angka kecacatan,
penyakit, dan kematian yang disebabkan penyakit yang terus berkembang (Yunarto,
2010).
Maka itu, pemberian vaksin dinilai sangat penting untuk keberlangsungan hidup masyarakat
Indonesia.
Dengan dilakukannya pemberian vaksin ke dalam tubuh,
kekebalan seseorang akan aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila terpapar
penyakit tersebut tidak akan sakit, jikalau sakit akan terpapar sakit yang
ringan. Jika terdapat bakteri atau virus yang terindikasi penyakit masuk ke
dalam tubuh, vaksin akan merangsang tubuh untuk memproduksi antibodi dan
komponen lainnya dari mekanisme kekebalan tubuh (Yuwono,
1995).
Oleh karena itu, bahan dalam
pembuatan vaksin haruslah
aman
untuk
tubuh dan tidak menimbulkan alergi bagi yang mengunakan vaksin tersebut.
Selain aman digunakan oleh tubuh dan tidak menimbulkan
alergi, bahan untuk membuat vaksin haruslah memiliki halal agar dapat digunakan
oleh seluruh masyarakat Indonesia mengingat beberapa masyarakat Indonesia
menganut agama Islam. Dalam agama Islam, sesuatu hal yang masuk ke dalam tubuh
harus tergolong ke dalam kriteria yang halal. Menurut Ali
(2016),
segala sesuatu yang masuk ke dalam kriteria halal akan memiliki beberapa ciri
seperti bersih atau tidak kotor, baik bagi tubuh, dan tidak membahayakan
tubuh. Dalam menentukan sebuah produk dapat dinyatakan halal atau tidak harus
melewati beberapa langkah yang disebut dengan sertifikasi halal.
Sebuah produk dapat dikatakan halal apabila melewati
proses sertifikasi halal yang dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI)
sampai produk tersebut layak untuk menyantumkan label halal. Menurut Dougall
dalam Afroniyati
(2014)
menjelaskan bahwa label halal mulai diwajibkan digunakan oleh pengusaha di
berbagai dunia pada tahun 1996. Dengan tujuan untuk mempermudah umat muslim di
dunia dalam membedakan produk yang halal dan yang tidak halal.
Namun pada penggunaannya, pencantuman label halal
banyak disalahgunakan oleh pihak perusahaan suatu produk. Hingga terbit
peraturan yang mengatur terkait dengan pemakaian label halal dalam suatu produk
dalam Surat Keputusan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat
– Obatan, dan Kosmetik Majelis
Ulama Indonesia tentang logo LP POM MUI bernomor surat SK10/Dir/LP POM
MUI/XII/07 tahun 2007. Penggunaan label halal bertujuan untuk mengetahui
kehalalan suatu produk, apabila disalahgunakan dalam penggunaannya akan
berpotensi merugikan costumer
(pengguna produk).
Produk yang dapat di uji standar kehalalannya tidak
hanya dalam bentuk makanan, minuman, dan kosmetik. Obat – obatan juga harus di
uji standar kehalalannya, salah satunya terhadap vaksin. Vaksin yang digunakan
untuk kekebalan tubuh harus terbuat dari bahan – bahan yang halal. Namun
dilansir dari khazanah.republika.co.id, menyebutkan bahwa tahun 2010 Majelis Ulama
Indonesia Sumatera Selatan melakukan kajian terhadap salah satu vaksin yaitu
vaksin meningitis yang diperuntukkan untuk jamaah haji yang hasilnya
menyebutkan bahwa terdapat kandungan najis pada vaksin tersebut berupa DNA
babi.
Dengan melihat persoalan dan konflik tersebut, dapat
diambil sebuah pertanyaan apakah yang dilakukan oleh MUI selaku lembaga yang
mengeluarkan standar halal dalam menindaklanjuti sebuah vaksin yang mengandung
kandungan yang hewan yang haram? Bolehkah digunakan atau terdapat tindakkan
lainnya. Mengingat
vaksin tersebut memiliki fungsi yang baik untuk
masyarakat Indonesia.
METODE
PENELITIAN
Penelitian ini
dilakukan di Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bekasi, yang beralamat di
Kompleks Islamic Center, Jl. Jend. Ahmad Yani No. 22 Kota Bekasi. Penelitian ini bersifat kualitatif
yang diperkuat dengan adanya analisis dari beberapa data, seperti melakukan
kategorisasi dari berbagai data serta pendapat yang menjelaskan model kebijakan
sertifikasi jaminan produk halal dari vaksin yang ada di Indonesia.
Data yang akan
digunakan dalam penelitian ini akan diurutkan atau disortir berdasarkan urutan
perisitiwa baik waktu, tempat serta subjek yang mengalami peristiwa, hal
tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan peristiwa sertifikasi halal untuk
vaksin di Indonesia. Setelah itu, memahami latar belakang munculnya sertifikasi
halal, hal tersebut bertujuan untuk melihat lebih dalam mengenai vaksin
disertai proses dalam mendapatkan sertifikasi halal. Langkah terakhir adalah
menghubungkan sertifikasi halal dengan bahan pembuatan vaksin yang ada di
Indonesia disesuaikan dengan kebijakan yang berlaku di Indonesia.
Pengumpulan data
dapat diambil dari beberapa instansi, artikel, ataupun pendapat dari beberapa
pakar yang memahami keahlian ataupun kepentingan dalam materi yang akan dibahas
mengenai sertifikasi halal ataupun vaksin. Adapun instansi yang terkait dapat
berupa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
(Kemenkes RI), serta Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI).
Sedangkan artikel atau jurnal yang akan dijadikan sebagai rujukan adalah
artikel yang dimuat dalam koran, majalah ataupun media massa baik cetak ataupun
online, adapun jurnal yang dijadikan sebagai rujukan dipilih adalah jurnal yang
dapat dipertanggungjawabkan kebenaran kontennya. Dengan data yang sudah
didapatkan selanjutnya akan diolah dan dipilah sesuai dengan kebutuhannya dan
akan dijadikan analisis dengan bentuk narasi atau deskripsi.
HASIL
ANALISIS DAN DISKUSI
Sertifikasi
Halal
Menurut Ali (2016), kata “Halal” ataupun “Haram”
berasal dari istilah Al-Qur’an. Kata Halal dapat diartikan sebagai sesuatu yang
diperbolehkan oleh syariat untuk dilakukan, digunakan, atau diusahakan, karena
telah terurai oleh tali atau ikatan yang mencegahnya ataupun unsur yang
membahayakannya dengan disertai perhatian cara memperolehnya bukan dengan
muamalah yang dilarang oleh syariah.
Sesuai dengan
Al-Qur’an dalam Surah Al-Maidah ayat 3, Surah
Al-Baqarah ayat 172-173, dan Surah Al-An’am ayat 145 dijelaskan beberapa
jenis benda yang tidak dihalalkan untuk dimakan sesperti bangkai, darah, daging
yang apabila dikonsumsi dapat membawa pengaruh buruk untuk manusia (daging
anjing ataupun babi), daging penyembelihan selain untuk Allah. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak semua makanan dapat dikonsumsi haruslah terlebih dulu
melakukan test atau pengujian untuk memastikan tidak adanya kandungan
bahan-bahan yang dapat membahayakan tubuh ataupun mengandung bahan-bahan yang
tidak halal. Jika sudah dinyatakan aman dan halal untuk dikonsumsi maka akan
dikeluarkan sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan berhak
untuk mencantumkan label halal untuk suatu produk.
Sertifikasi halal
merupakan fatwa yang keluarkan oleh MUI yang menyatakan kehalalan suatu produk
yang sesuai dengan syariat Islam. Sertifikasi halal menjadi salah satu syarat
untuk mendapatkan ijin dalam mencantumkan label halal dalam suatu produk dari
instansi pemerintah yang berwenang. Masa aktif sertifikasi halal adalah 2 tahun
dari setelah tanggal keluarnya apabila sudah selesai masa aktifnya maka produk
tidak boleh menggunakan label halal kembali sampai dikeluarkannya surat
sertifikasi halal untuk produk tersebut. Terdapat beberapa aturan dan ketentuan
yang harus dipenuhi, ketentuan tersebut diatur dalam HAS 23000. HAS 23000
merupakan dokumen yang berisi mengenai persyaratan sertifikasi halal dari
Lembaga Pengkajian Pangan, Obat – Obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI). HAS
23000 dibagi menjadi 2 (dua) bagian, untuk bagian pertama membahas mengenai
Kriteria Sistem Jaminan Halal (HAS 23000:1) dan untuk bagian kedua membahas
mengenai Kebijakan dan Prosedur (HAS 23000:2). Bagi perusahaan yang ingin
mendaftarkan sertifikasi halal ke LPPOM MUI untuk produk industri pengolahan
(pangan,obat dan kosmetika), tumah potong hewan (RPH), restoran, katering, dan
dapur maka harus memenuhi persyaratan yang sertifikasi halal yang tertuang
dalam dokumen HAS 23000. Berikut adalah dokumen dalam HAS 23000:
A.
Kriteria
Sistem Jaminan Halal
1.
Kebijakan
Halal
2.
Tim
Manajemen Halal
3.
Pelatihan
dan Edukasi
4.
Bahan
5.
Produk
6.
Fasilitas
Produksi
7.
Prosedur Aktivitas Kritis
8.
Kemampuan Telusur
9.
Penanganan Produk yang
Tidak Memenuhi Kriteria
10. Audit Internal
11. Kaji Ulang Manajemen
B.
Kebijakan
dan Prosedur
Berikut di bawah ini adalah diagram yang
menjelaskan mengenai Kebijakan dan Prosedur (HAS 23000:2) mulai dari tahapan awal sampai tahapan akhir
Gambar 3.1 Diagram Alir HAS 23000:2
Secara Umum Prosedur Sertifikasi
Halal adalah sebagai berikut :
a.
Perusahaan
yang mengajukan sertifikasi, baik pendaftaran baru, pengembangan
(produk/fasilitas) dan perpanjangan, dapat melakukan pendaftaran secara online. melalui website LPPOM MUI (www.halalmui.org) atau langsung ke website : www.e-lppommui.org.
b. Mengisi data pendaftaran : status
sertifikasi (baru/pengembangan/perpanjangan), data Sertifikat halal, status SJH
(jika ada) dan kelompok produk.
c. Membayar biaya pendaftaran dan biaya
akad sertifikasi halal melalui Bendahara LPPOM MUI di email : bendaharalppom@halalmui.org
Komponen biaya akad sertifikasi halal mencakup
:
- Honor audit
- Biaya sertifikat halal
- Biaya penilaian implementasi SJH
- Biaya publikasi majalah Jurnal Halal
*) Biaya tersebut diluar transportasi dan akomodasi yang ditanggung perusahaan
d. Mengisi dokumen yang dipersyaratkan
dalam proses pendaftaran sesuai dengan status pendaftaran
(baru/pengembangan/perpanjangan) dan proses bisnis (industri pengolahan, RPH,
restoran, dan industri jasa), diantaranya : Manual SJH, Diagram alir proses produksi,
data pabrik, data produk, data bahan dan dokumen bahan yang digunakan, serta
data matrix produk.
e. Setelah selesai mengisi dokumen yang
dipersyaratkan, maka tahap selanjutnya sesuai dengan diagram alir proses
sertifikasi halal seperti diatas yaitu pemeriksaan kecukupan dokumen
sampai dengan Penerbitan Sertifikat
Halal.
Vaksin
Vaksin merupakan produk yang
diberikan melalui suntikan, oral, ataupun semprot untuk menghasilkan kekebalan
terhadap penyakit tertentu. Pada saat baru lahir, bayi memiliki kekebalan terhadap
kuman tertentu melalui antibodi atau zat kekebalan tubuh yang didapat dari ibu
saat bayi masih berada di dalam kandungan. Beberapa waktu setelah lahir, zat
kekebalan tubuh ini akan hilang secara alami karena bayi sudah tidak berada di
dalam kandungan ibu. Oleh karena itu, untuk mendapatkan perlindungan terhadap
bakteri atau virus tertentu yang dapat menyebabkan penyakit, perlu diberikan
vaksin.
Vaksin merupakan antigen yang mengandung bakteri, racun,
atau pun virus penyebab penyakit yang “hidup” atau pun yang sudah
dimatikan. Vaksin hidup atau mati ini bekerja untuk merangsang sistem
kekebalan tubuh manusia, sehingga tubuh mengira bahwa ia sedang diserang kuman
aktif. Proses ini kemudian direspons tubuh dengan memproduksi antibodi yang diam
dalam tubuh dan akan melindungi tubuh di masa yang akan datang. Proses
pembentukan antibodi inilah yang disebut imunisasi.
Berikut ini adalah beberapa jenis vaksin berdasarkan kandungan yang
terdapat di dalamnya.
1.
Vaksin Mati
Vaksin mati atau disebut juga vaksin tidak aktif
mengandung virus atau bakteri yang sudah dihancurkan dengan suhu panas,
radiasi, atau bahan kimia, sehingga mati atau tidak aktif. Meski
demikian, vaksin mati sering membutuhkan beberapa dosis untuk meningkatkan
sistem kekebalan tubuh, karena vaksin mati ini umumnya memproduksi respons imun
yang lebih rendah daripada vaksin hidup. Vaksin polio, DPT, dan vaksin flu
adalah beberapa contoh vaksin mati.
2. Vaksin Hidup
Vaksin hidup adalah vaksin yang dilemahkan di
laboratorium, tapi bukan dihancurkan. Virus atau bakteri yang disuntikkan tidak
akan menyebabkan sakit, tapi dapat berkembangbiak untuk memunculkan respons
sistem imun. Vaksin hidup ini mendatangkan kekebalan yang lebih kuat dan
bisa memberikan perlindungan seumur hidup meskipun hanya diberikan satu atau
dua kali. Contoh dari vaksin hidup adalah vaksin MMR, BCG, cacar air, dan vaksin flu semprot. Sebelum
diberikan, vaksin-vaksin ini perlu disimpan di dalam lemari pendingin khusus
agar tetap hidup.
3. Vaksin Toksoid
Vaksin ini berguna untuk menghasilkan kekebalan tubuh
guna menghalau dampak buruk dari racun atau toksin yang dihasilkan oleh bakteri
tertentu. Dengan menghasilkan zat mirip racun yang telah diolah secara khusus
tersebut, maka vaksin jenis ini dapat diberikan untuk merangsang tubuh dalam
membentuk sistem kekebalan guna melawan efek buruk racun yang dihasilkan oleh
kuman. Contoh vaksin jenis toksoid ini diantaranya tetanus toxoid dan difteri.
4. Vaksin Biosintesis
Jenis vaksin ini memiliki kandungan antigen yang
diproduksi secara khusus hingga menyerupai struktur protein dari bagian
tertentu pada virus atau bakteri untuk menghasilkan kekebalan tubuh. Pada bayi,
ketika vaksin jenis ini diberikan saat sistem kekebalan tubuh masih berkembang,
vaksin ini dapat membantu agar sistem kekebalan tubuhnya mengenali bakteri atau
virus berbahaya yang akan masuk ke dalam tubuhnya di kemudian hari. Contoh
vaksin jenis ini adalah vaksin Hib.
Agar dapat efektif, vaksin perlu mengandung bahan-bahan
lain yang aman, tahan lama, sekaligus mendatangkan manfaat. Bahan tersebut
antara lain adalah thiomersal (merkuri) yang merupakan bahan pengawet vaksin,
serum albumin, formalin, gelatin, dan antibiotik.
Kandungan utama vaksin ini terdiri dari bahan pelancar
untuk membuat vaksin bekerja lebih efektif, penstabil untuk menjaga agar
kandungan vaksin tidak berubah saat terpapar faktor lingkungan seperti suhu dan
cahaya, serta pengawet agar masa simpannya tahan lama. Tidak semua bahan
kandungan yang tertulis sebagai bahan vaksin benar-benar terkandung di
dalamnya. Sebagian besar bahan hanya digunakan dalam proses produksi, sehingga
sudah dihilangkan di hasil akhir, misalnya gelatin.
Dari berbagai penelitian didapatkan fakta bahwa ternyata
vaksin, khususnya vaksin MMR, tidak
berkaitan dengan autisme. Untuk mencegah penyakit campak dan rubella, kini
pemerintah sedang mendukung program pemberian vaksin MR menggantikan vaksin MMR
sebelumnya. Tetapi apabila sudah mendapatkan vaksin MMR, Anda tidak perlu
khawatir, karena kedua vaksin tersebut memberi perlindungan untuk penyakit yang
sama.
Analisis
Dalam pengajuan produk yang akan diberi sertifikasi
halal dari MUI haruslah memenuhi syarat yang diajukan MUI dan diuji oleh LPPOM.
Jikalau ada suatu produk baik makanan, minuman, kosmetik ataupun obat-obatan
yang mengandung komponen yang tidak halal, ataupun pembuatannya melalui proses
yang menyebabkan produk tersebut dapat dikatakan tidak halal, maka produk
tersebut akan gagal mendapatkan sertifikasi halal. Namun, apabila terdapat
produk yang sudah mendapatkan sertifikasi halal tetapi pada penelitian
selanjutnya ditemukan produk yang tidak halal maka MUI akan mencabut label
halal produk tersebut sampai produk tersebut mengubah komponennya dengan produk
yang halal. Meskipun masa sertifikasi halal belum habis.
KESIMPULAN
Kesimpulannya adalah bahwa
pelaksanaan sertifikasi halal di Indonesia pada vaksin di Indonesia dapat
dilakukan oleh LPPOM
MUI. Produk yang akan mendapatkan sertifikasi halal yang memenuhi kriteria
sertifikasi halal yang dituliskan pada HAS 23000. Jika sebuah produk dapat
berupa makanan, minuman, kosmetik, ataupun vaksin sekalipun telah mendapatkan
sertifikasi halal, namun dalam penelitian lanjutan terdapat bahan yang tidak
halal atau pada pembuatannya menggunakan cara yang tidak halal maka akan gugur
sertifikasi halal produk tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Afroniyati,
L. (2014). Analisis Ekonomi Politik Sertifikasi Halal Oleh Majelis Ulama
Indonesia. Jurnal Kebijakan & Administrasi Publik, 18(1),
37–52.
Ali,
M. (2016). Konsep Makanan Halal Dalam Tinjauan Syariah Dan Tanggung Jawab
Produk Atas Produsen Industri Halal. Ahkam: Jurnal Ilmu Syariah, 16(2),
291–306.
Yunarto,
P. (2010). Pentingnya Imunisasi Bagi Anak. Balaba, 6(1), 28–29.
Retrieved from http://download.portalgaruda.org/article.php?article=79164&val=4897&title=Pentingnya
Imunisasi Bagi Anak
Yuwono,
D. (1995). Perkembangan Baru dalam Teknologi Vaksin Virus. Media Litbangkes,
5(2), 1–7.
DOKUMENTASI PENELITIAN
Gambar 1. Saat melakukan wawancara dengan narasumber
(Dokumentasi Pribadi, 2018)
Gambar 3.Saat menunggu kedatangan narasumber
(Dokumentasi Pribadi, 2018)
Gambar 4. Saat meminta izin dengan narasumber untuk melakukan wawancara
(Dokumentasi Pribadi, 2018)
Gambar 5. Struktur organisasi MUI masa jabatan 2014-2019
(Dokumentasi Pribadi, 2018)
Gambar 5. Foto di depan kantor MUI kota Bekasi
(Dokumentasi Pribadi, 2018)
Gambar 6. Foto bersama dosen pengampu Dr. Ir. Vina Serevina, MM.
(Dokumentasi Pribadi, 2018)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar