Pemanfatan
Penginderaan Jauh Untuk Bidang Pertambangan
Dr.
Ir. Vina Serevina, M.M
Nurwasilah
Negara kita kaya akan energi
dan sumber daya alam membuat pengekploitasian dan ekplorasi tetap berjalan
sampai sekarang. Pertambangan berperan besar sebagai sumber pendapatan Negara.
Menurut Direktorat Sumber Daya Mineral
Dan Pertambangan, pertambangan dan
energi merupakan sektor pembangunan penting bagi Indonesia. Industri
pertambangan sebagai bentuk kongkret sektor pertambangan menyumbang sekitar
11,2% dari nilai ekspor Indonesia dan memberikan kontribusi sekitar 2,8%
terhadap pendapatan domestik bruto (PDB). Industri pertambangan mempekerjakan
sekitar 37.787 tenaga kerja orang Indonesia, suatu jumlah yang tidak sedikit. Dampak
yang diperoleh dari aktivitas pertambangan tidaklah selalu semanis yang kita
kira seperti penurunan kualitas lingkungan hidup yang diakibatkan oleh
pencemaran dari limbah pertambangan. Maka dari itu perlu adanya pemantauan
aktivitas pertambangan yang perlu dilakukan untuk menurunkan dampak yang lebih
signifikan terhadap lingkungan. Dengan adanya pemantauan ini, bisa mengawasi
dampak lingkungan dan dapat mengantisipasinya lebih cepat, salah satu teknik
untuk pemantauan terhadap dampak tersebut dengan memnfaatkan penginderaan
jauh. Limbah pertamangan dominan akan
berdampak langsung pada meningkatnya pencemaram air yang mengakibatkan
penurunan kualitas air.
Penginderaan Jauh adalah
ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah atau fenomena
melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung
dengan obyek, atau fenomena yang dikaji (Lillesand,et.al., 2007). Sensor TM
(Thematic Mapper) merupakan sensor yang dipasang pada satelit Landsat-4 dan
Landsat-5. Sistem sensor TM pertama dioperasikan pada tanggal 16 Juli 1982 dan
yang kedua pada tanggal 1 Maret 1984. Lebar sapuan (scanning dari sistem
Landsat TM sebesar 185 km, yang direkam pada tujuh saluran panjang gelombang
dengan rincian; 3 saluran panjang gelombang tampak, 3 saluran panjang gelombang
inframerah dekat, dan 1 saluran panjang gelombang termal (panas). Sensor TM
memiliki kemampuan untuk menghasilkan citra multispektral dengan resolusi
spasial, spektral dan radiometrik yang lebih tinggi daripada sensor MSS. Menurt
penelitian Ananda P Ambodo tentangaplikasi penginderaan jauh untuk identifikasi
sebaran batubara, mengatakan citra landsat 5 TM baik digunakan dalam penelitian
seperti ini. Resolusi 30 m x 30 m pada citra ini mampu mencakup area yang luas
dimana kemampuan ini digunakan untuk mengidentifikasi kenampakankenampakan
morfologi, litologi, dan fenomena geologi.
Penginderaan jarak jauh
memiliki kelebihan, yakni pengamatan
lebih menyeluruh dan mencakup area yang relatif luas, pengindraan dilakukan
secara terus-menerus dengan periode waktu tertentu. umumnya satelit penginderaan
jauh didesain untuk waktu yang cukup lama, antara 2-5 tahun bahkan lebih,
selama belum adanya hukum antariksa internasional yang mengatur boleh atau
tidaknya melakukan pengindraan di wilayah negara lain, kita dapat membeli data
atau mengamati daerah lain, untuk satelit telekomunikasi/satelit meteorologi
umumnya sangat luas yang dapat digunakan secara kontinu, untuk penggunaan
gelombang mikro, sangat membantu untuk di daerah yang tertutup awan.
Data penginderaa jauh ini
kemudian dimanfaatkan untuk pemantauan aktifitas pertambangan yang berdampak
pada lingkungan. Aspek yang digunakan dalam pengolaha data penginderaan jauh
untuk pemanfaatan pemantaun pertambangan, yakni: deteksi karateristik dan pola
persebaannya, perubahan luas area pertambangan, pola penutupan lahan di wilayah
pertambangan, deteksi limbah perairan, penurunan kualitas air.
Menurut Direktorat Sumber Daya Mineral Dan
Pertambangan, pertambangan dianggap paling merusak disbanding kegiatan-kegiatan
eksploitasi sumberdaya alam lainnya. Pertambangan dapat mengubah bentuk bentang
alam, merusak dan atau menghilangkan vegetasi, menghasilkan limbah tailing,
maupun batuan limbah, serta menguras air tanah dan air permukaan. Jika tidak
direhabilitasi, lahan-lahan bekas pertambangan akan membentuk kubangan raksasa
dan hamparan tanah gersang yang bersifat asam.Pencemaran limbah pertambangan
yang sangat signifikan adalah keberadan tailing. Tailing merupakan residu yang
berasal dari sisa pengolahan biji yang telah terpisahkana dari mineral utama. Contohnya seperti fraksi berukuran pasir,
lanau, dan lempung. Bahaya yang ditimbulkan akibat adanya pencemaran limbah pertambangan jika tailing mengandung
unsur-unsur seperti Arsen (As), merkuri (Hg), timbale (Pb), dan Kadmium (Cd) .
Limbah tailing sangat membahayakan kesehatan manusia. Limbah pertambangan akan
berdampak langsung pada meningkatnya pencemaran air. Dalam pemanfaatan Limbah
pertambangan dominan akan berdampak langsung pada meningkatnya pencemaran air yang mengakibatkan penurunan kualitas air.
Hasil peneliian menyebutkan bahwa kombinasi data LiDAR dan Landsat mampu
mengungkapkan perpindahan tailing diwilayah pesisir. Dalam pelelitian yang
dilakukan Suwarsono, data penginderaan jauh bermanfaat dalam mendeteksi dan
juga melacak polusi itu sendiri, serta yan rute, dimensi dan efek dlaut. Dengan
menggunakan Landsat 5 TM, Yang & Jiyun (2011) secara sederhana membedakan
tingkat pencemaran air di wilayah pertambangan.
Pertambangan juga bisa
merusak hutan lindung yang ada disekitarnya. Dalam UU No.41/1999 tentang
Kehutanan, dalam Pasal 38 (4) : Pada kawasan hutan lindung dilarang melakukan
penambangan dengan pola pertambangan terbuka. Menurut Direktorat Sumber Daya
Mineral Dan Pertambangan, pada dasarnya, dengan atau tanpa pemberlakuan UU
No.41/1999, pertambangan akan selalu bersinggungan dengan kawasan kehutanan.
Pertambangan di Indonesia
dimulai berabad-abad lalu. Namun pertambangan komersial baru dimulai pada zaman
penjajahan Belanda, diawali dengan pertambangan batubara di PengaronKalimantan
Timur (1849) dan pertambangan timah di Pulau Bilitun (1850). Sementara
pertambangan emas modern dimulai pada tahun 1899 di Bengkulu–Sumatera. Pada
awal abad ke20, pertambangan-pertambangan emas mulai dilakukan di lokasi-lokasi
lainnya di Pulau Sumatera. Pada tahun 1928, Belanda mulai melakukan penambangan
Bauksit di Pulau Bintan dan tahun 1935 mulai menambang nikel di
Pomalaa-Sulawesi. Setelah masa Perang Dunia II (1950-1966), produksi
pertambangan Indonesia mengalami penurunan. Baru menjelang tahun 1967,
pemerintah Indonesia merumuskan kontrak karya (KK). KK pertama diberikan kepada
PT. Freeport Sulphure (sekarang PT. Freeport Indonesia).
Data penginderaan jauh
sangat bermanfaat dalam mengidentifikasi, mendeskripsi, memantau sumber-sumber
pencemaran dan wilayah yang terkena dampaknya. Memonitor dampak pertambangan
berskla luas . Contoh lain dari penelitian Paull et al. (2006). Dalam
penelitian tersebut dipaparkan pemantauan dapak lingkungan akibat aktivitas
pertambangan oleh PT. Freeport Indonesia menggunakan data Landsat dalam kurun
waktu 1988 dan 2004.Dalam kegiatan pemantauan ini, dimanfaatkan dalam
peninjauan dan pemantauan wilayah terpencil. Indentifikasi yang dilakukan
dihitung dengan teknik dijitalisasi untuk menentukan luas lahan huta yang telah
dibersihkan da daerah yang telah terkena dampak tambang oleh sidimen yang
terangkat oleh sungai. Hasil menunjukan bahwa sisimen dan pembukaan lahan telah
menybabkan penurunan hutan hujan tropis di dataran rendah enam kali lipat dari
biasanya. Penelitian yang terkait pemanfaatan data penginderaan jauh dalam
pemantauan dampak lingkungan akibat aktivitas pertambangan beserta
limbah-limbah yang dihasilkannya dapat mendeteksi karakteristik limbah beserta
pola sebaran secara spasial, perbahan luas areal pertambangan, perunahan jenis,
luad dan pola penutupan lahan di wilayah pertambangan dan sekitarnya, deteksi
limbah di perairan, serta penurunan kualitas air.
Sumber :
[1] Deputi Bidang Penginderaan Jauh, LAPAN
[2] Suwarno, Indah Prasasti, “Pemanfaatan
Penginderaan Jauh untuk pemantauan lingkungan pertambangan”,
[3] Direktorat Sumber Daya Mineral Dan
Pertambangan, “Mengatasi Tumpang Tindih antara Lahan Pertambangan dan Kehutanan”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar